03 Mei 2024

Perjalanan Iman dari Paskah menuju Kenaikan hingga Pentakosta

    Orang Katolik tentu sudah mengenal arti kata Paskah, Kenaikan Tuhan Yesus Kristus ke Surga, dan Pentekosta. Lebih jauh lagi dapat dikatakan, bukan hanya mengenal melainkan sudah mendalaminya dengan sungguh-sungguh lewat pendalaman iman, mendengarkan Sabda Allah di Gereja setiap hari Minggu, dan belajar autodidak tentang Kitab Suci dan ajaran-ajaran Yesus. Semua itu merupakan kewajiban bagi semua orang Katolik agar dapat memahami imannya secara lebih dewasa dan bertanggungjawab. Namun, hutang terbesar semua orang Katolik ialah tidak sampai pada penghayatan dan aplikasi Firman kepada sesama secara nyata. Kita lebih cenderung menerima Firman dan menyimpannya dalam perbendaharaan kitab suci kita sendiri, mengolahnya sendiri, dan menikmatinya sendiri, tanpa peduli dan mengingat bahwa semua orang yang sedang berada dalam masa terrendah hidupnya membutuhkan kekuatan dan peneguhan dari kita sebagai dirinya yang lain yang berada di luar dirinya sendiri.
    Semua orang percaya bila kita meneguhkan frasa "tidak ada satu pun manusia hidup dan mati bagi dirinya sendiri." Semua orang, baik itu orang yang dibedakan berdasarkan kelas sosial, tingkat hidup, dan agama, semuanya percaya akan frasa tersebut. Lalu, pertanyaan yang bisa saja muncul secara spontan ketika orang melihat tulisan demikian, apakah benar demikian adanya? Kita tahu bahwa ada begitu banyak orang yang menderita di luar sana, yang menderita kelaparan, penganiayaan, penindasan, pengasingan, dan penolakan yang mengandalkan diri mereka sendiri untuk bekerja dan hidup di dunia yang mengharuskan mereka merendahkan harkat dan martabat mereka sendiri di hadapan sesama. Benar dan tepatkah frasa tersebut bila disandingkan dengan kenyataan yang menyayat hati seperti demikian? Ataukah hal demikian perlu kita tinggal dan tanggalkan di masa lalu?
    Mari kita bersama-sama meninggalkan segala penderitaan dan kemelaratan, baik mental maupun fisik di masa lalu, menyambut kemenangan Kristus di Salib dalam perayaan Paskah, menantikan kehadiran Kristus yang kedua seperti pada masa kenaikan-Nya ke Surga, dan masa penghiburan saat Pentekosta. 

Masa Paskah
    
    Kematian adalah peristiwa alami yang harus dialami oleh semua makhluk hidup apapun jenisnya di dunia ini. Namun, manusia yang berkumpul bersama Tuhan Yesus ikut serta mengalami kemenangan atas kematian hidup di dunia. 
Apakah kita semua, yang merayakan Paskah sungguh berbahagia dapat merayakan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus sekarang ini? Kita mendapat kesempatan yang sangat berharga dibandingkan dengan sebagian manusia lain yang tidak dapat merayakan dengan hikmat peristiwa iman kebangkitan Yesus Kristus dari alam maut.
    Ada orang yang bertanya apa itu Paskah? Mengapa? Apa maknanya bagi kita yang masih berziarah di dunia ini sementara peristiwa paskah itu sudah terjadi di masa silam? Kita sebagai orang Kristiani yang merayakan Paskah setiap tahun mungkin sudah merasa biasa saja dan berlalu tanpa makna. Kita dapat bertanya apakah masih diperlukan merayakan Paskah dengan meriah, bahkan dengan pesta yang besar? Ataukah dianggap biasa-biasa saja karena sering mengalami dan melakukannya, bahkan setiap tahun? Ada beberapa hal penting mengenai Paskah yang perlu kita telusuri lebih jauh:
  Pertama, Paskah merupakan kemenangan atas kematian. Kematian menjadi peristiwa sangat menakutkan bagi manusia. Kematian merupakan tanda kehancuran seluruh sisi kehidupan kita. Manusia berusaha menghindari kematian dengan bermacam cara, bahkan sampai mengerahkan seluruh harta untuk dijual demi menjamin hidup bebas dari kematian yang tak mungkin dihindari. Benarkah pemikiran bahwa kematian selalu menang atas kehidupan manusia? Orang beriman Katolik meyakini bahwa sudah terjadi kemenangan hidup manusia atas kematian. Apa yang diperagakan Yesus menjadi bukti kebenaran bahwa hidup menang atas kematian. Dengan demikian berarti kematian yang selama beribu-ribu tahun bahkan sejak manusia diciptakan sudah ada dan mendera manusia, sudah berubah sejak kebangkitan Tuhan Yesus Kristus.
    Kedua, Paskah merupakan bentuk kesetiaan dalam pencarian. Suatu fakta manusiawi yaitu banyak orang yang tidak setia mencari Tuhan Yesus dalam kehidupannya. Orang beriman Katolik sekalipun  tidak setia dalam pencarian akan Tuhannya. Mencari Tuhan bukan perkara sederhana tetapi suatu perkara yang kasat mata. Dapat dibayangkan mencari Tuhan yang sudah wafat hampir dua setengah abad silam. Pencarian yang dimaksudkan bukanlah seperti demikian. Bacaan Injil Yohanes tepat mengingatkan kita bahwa mencari Tuhan membutuhkan teknik khusus, yang sulit bagi manusia biasa-biasa saja. Prinsip kesetiaan manusia dewasa ini semakin jarang kita jumpai. Manusia yang bernama Maria Magdalena hadir memberi kesaksian kepada kita semua. Apa yang ia lakukan pada saat Yesus sudah wafat membuktikan janji Allah kepada manusia. Allah akan menepati janji-Nya untuk mempertemukan manusia dengan Yesus Putera-Nya jika manusia setia dalam pencarian akan Yesus. Dalam situasi sulit, sedih, dan galau, Maria Magdalena tidak patah semangat mencari Tuhan Yesus. Dia yakin pasti bertemu Yesus. Keyakinan yang dibangun Maria Magdalena itu membuahkan hasil yang baik. Demikian juga bagi orang beriman masa kini, bila setia mencari Tuhan dalam hidupnya akan berjumpa dengan Tuhan Yesus.
    Ketiga, Paskah menjadi kesaksian akan karya penyelamatan Yesus bagi dunia. Orang beriman Katolik sangat getol bersaksi kepada dunia bahwa Yesus telah bangkit untuk mengalahkan kematian dan menyelamatkan manusia dari dosa-dosa mereka. Perintah bersaksi adalah perintah langsung dari Yesus. Maria Magdalena setelah tahu bahwa Yesus bangkit segera pergi memberitahu murid-murid lain. Ia bersaksi di depan murid-murid Yesus yang belum tahu akan kebangkitan Yesus. Dia tidak mau tinggal berdiam diri. Maria Magdalena terus bersemangat berbicara dan berusaha meyakinkan para murid akan kebangkitan Yesus. Maria Magdalena memberi teladan kepada semua orang beriman bahwa penting dan bersemangat menyiarkan kesaksiannya bahwa Yesus sudah bangkit dan kematian sudah dikalahkan. Apabila iman kita dipendam sendiri dalam hati maka itu pasti kurang baik. Iman harus disiarkan. Pada kesempatan lain Yesus sendiri menegaskan barang siapa bersaksi tentang Yesus maka Yesus akan bersaksi di hadapan Allah tentang orang itu di akhir zaman dan Dia tidak akan menyangkal kita.

Kenaikan Yesus Kristus ke Surga  
    Hari Kenaikan Yesus Kristus ke Surga tidak dirayakan semeriah hari Natal maupun hari peringatan-peringatan lainnya dalam ritus Romawi. Meskipun demikian, hari Kenaikan Yesus Kristus ke Surga ini juga merupakan momen penting bagi umat Katolik seluruh dunia. 
Empat puluh hari setelah kebangkitan-Nya, Yesus dan murid-murid-Nya pergi ke Bukit Zaitun, di dekat Yerusalem. Di sana Yesus berjanji kepada pengikut-pengikut-Nya bahwa mereka akan menerima Roh Kudus, Sang Penghibur yang akan diutus-Nya. Ia menyuruh mereka untuk tetap tinggal di Yerusalem sampai Roh Kudus turun atas mereka. Kemudian Yesus memberkati mereka dan kemudian naik ke Surga di depan mata mereka. Peristiwa kenaikan Yesus ini dikisahkan di Luk, 24:50-51 dan Kis, 1:9-11.
    Lukas menuliskan bahwa kenaikan Tuhan Yesus tersebut merupakan satu kesatuan dengan kematian dan kebangkitan-Nya. Hal itulah yang ditulisnya dan menjadi latar belakang dari kisah kenaikan tersebut. Lukas tidak hanya menulis penderitaan, kematian, dan kebangkitan Yesus, tetapi sampai pada hari Ia terangkat ke Surga. Kepada murid-Nya dan kepada kita semua, Yesus telah membuktikan bahwa Ia hidup. Selama 40 hari lamanya Yesus menampakan diri di depan murid-murid-Nya dan berbicara mengenai Kerajaan Allah. Selain itu, Yesus juga membuktikan bahwa Ia telah bangkit karena hanya orang yang telah bangkit yang dapat masuk ke Surga. Tanpa kebangkitan tidak akan ada kenaikan. Yesus bukan saja bangkit dari kubur, sesuatu yang belum dimiliki oleh pendiri-pendiri agama lain. Tapi lebih dari itu, Dia juga telah naik ke Surga untuk menyediakan tempat bagi kita yang percaya. 
    Di dalam ayat 9 kita membaca: “Sesudah Ia mengatakan demikian, terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka”. Jadi, kita membaca bahwa Tuhan Yesus terangkat “sesudah Ia mengatakan demikian”. Mengatakan apa? Jawaban tersebut ada pada ayat 8: “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." Dengan perkataan lain, pesan atau perintah terakhir yang diberikan oleh Tuhan Yesus sebelum kenaikan-Nya ke Surga adalah agar para Rasul dan kita semua yang percaya menjadi saksi-Nya di depan semua orang yang belum mengenal Dia.
    Dengan jelas, tertulis di Alkitab, bahwa kenaikan Yesus itu secara sungguh-sungguh terjadi apa adanya, dengan tubuh Fisik-Nya kembali ke Surga. Dia naik dari tanah secara perlahan-lahan dan terlihat jelas; disaksikan oleh banyak orang. Murid-murid yang sedang menatap ke langit berusaha melihat Yesus naik ke Surga, sampai awan menutupi Dia dari pandangan mereka dan menghilang. Dua Malaikat muncul dengan berucap janji bahwa Yesus Kristus akan kembali “sama seperti ketika kamu melihat-Nya naik ke Surga” (Kis 1:11). Dia akan datang dengan cara yang sama.
    Hari Kenaikan Yesus Kristus ke Surga mengingatkan kembali tentang misi kita sebagai umat Katolik di dunia ini yakni mewartakan kerajaan Allah dan menobatkan semua orang yang berdosa untuk kembali kepada jalan yang benar untuk memperoleh keselamatan dalam Nama-Nya. Terkadang kita terlena akan indahnya kehidupan duniawi sehingga melupakan kewajiban kita sebagai umat Katolik. Dengan adanya hari peringatan ini, kiranya kita kembali sadar dan membenahi kehidupan rohani dan spiritualitas kita masing-masing. Perjalanan kita memang masih panjang, namun tiada satu pun yang tahu kapan masa kontrak kita hidup di dunia ini akan berakhir. Sudah saatnya kita mempersiapkan diri untuk menempati rumah di dalam Kerajaan Surga.

Pentakosta
    
    Umat Kristiani telah memperingati hari Kenaikan Yesus Kristus ke Surga yang merupakan pelengkap perayaan Paskah. Sepuluh hari setelah hari Kenaikan, terdapat perayaan berikutnya yang berkaitan dengan Roh Kudus yaitu hari Pentakosta. 
Hari Pentakosta merupakan hari peringatan turunnya Roh Kudus kepada murid-murid Yesus. Hari peringatan ini memiliki makna penting bagi kehidupan iman umat Kristiani yaitu melahirkan jiwa manusia yang baru, memberi mandat penyebaran "Kabar Baik" ke seluruh penjuru dunia dan sebagai pemersatu umat yang percaya akan Nama-Nya.
    Pentakosta berasal dari bahasa Yunani "Pentekoste" yang berarti hari kelima puluh. Pentakosta dirayakan pada sepuluh hari setelah Kenaikan Yesus dan lima puluh hari setelah Minggu Paskah. Gereja Kristen merayakan Hari Pentakosta untuk memperingati turunnya Roh Kudus kepada murid-murid Yesus di Yerusalem. Pentakosta juga dikenal dengan sebutan Minggu Kecil. Sebutan Pentakosta juga dipakai untuk masa sejak hari Paskah sampai Minggu Putih. Selama Pentakosta juga dipakai untuk masa sejak hari Paskah sampai Minggu Putih. Selama masa Pentakosta, puasa tidak diijinkan. Doa diucapkan dengan berdiri, sementara haleluya lebih banyak dinyanyikan.
    Hari Pentakosta merupakan hari di mana Roh Kudus turun kepada murid-murid Yesus. Hal ini dijelaskan dalam Kisah Para Rasul 2:1-11 yaitu, "Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat. Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya. Waktu itu di Yerusalem, diam orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong langit. Ketika turun bunyi itu, berkerumun lah orang banyak. Mereka bingung karena mereka masing-masing mendengar Rasul-Rasul itu berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri. Mereka semua tercengang-cengang dan heran, lalu berkata: "Bukankah mereka semua yang berkata-kata itu orang Galilea? Bagaimana mungkin kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita: kita orang Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia, Frigia dan Pamfilia, Mesir dan daerah-daerah Libya yang berdekatan dengan Kirene, pendatang-pendatang dari Roma, baik orang Yahudi maupun penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab, kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah."

Mengapa Perayaan-perayaan Itu Dirayakan Setiap Tahun?
    Semua orang yang mengaku diri percaya kepada Sang Ilahi, tentu tidak akan mengelak kalau kita semua menyebut bahwa Yesus Kristus mengorbankan Diri-Nya di Salib satu kali untuk selamanya. Kalau kita mengatakan demikian, kita akan sadar bahwa ketika perayaan-perayaan seperti demikian kita rayakan setiap tahun, bukan berarti bahwa Yesus mengalami hal tersebut juga setiap tahun. Bukan seperti itu. Cara kita berpikir memang tidak salah apabila kita berpikir demikian, namun menjadi penyelewengan apabila pemikiran seperti itu tetap setia kita pertahankan.
    Yesus Kristus adalah seorang Imam Agung yang Sejati. Dalam Injil, Dia dikatakan sebagai seorang Imam Agung seperti Melkisedek yang hanya percaya kepada Allah Pencipta segala yang ada. Namun, pada kenyataannya, Yesus adalah Imam Agung itu sendiri yang hanya kepada-Nyalah segala pujian dan kemuliaan patut kita lambungkan. Melkisedek hadir pada masa Perjanjian Lama dan Yesus hadir sebagai pusat Perjanjian Baru.
    Jadi, perayaan-perayaan di atas yang kita rayakan setiap tahun merupakan perayaan pengenangan akan penderitaan, wafat, kematian, kebangkitan, dan kehadiran Yesus yang kedua kali ke dalam dunia. Dia hadir bukan lagi sebagai Pribadi dengan tubuh manusiawi yang dapat mati, sebab pengorbanan-Nya yang digambarkan pada Perjanjian Lama sudah tergenapi dalam Hidup, Karya, dan Kebangkitan-Nya. Dia hadir sebagai Tuhan yang selalu mengunjungi umat-Nya yang menderita dan membantu kita yang sekarat untuk kembali kepada-Nya. Dia kembali agar kita diselamatkan.


St. Filipus dan St. Yakobus Muda, Rasul Yesus Kristus

    
Filipus Rasul yang berasal dari Betsaida di Galilea adalah seorang murid Yohanes Pemandi. 
Ketika Yohanes memperkenalkan Yesus sebagai anak Domba Allah, Filipus ada di situ. Penginjil Yohanes mengatakan bahwa Yesus memanggil Filipus menjadi muridNya sehari setelah Ia memanggil Petrus dan Andreas [Yoh 1:35-51]. Meskipun tidak banyak cerita tentang dia sesudah kenaikan Yesus, diketahui bahwa Filipus mewartakan Injil di Frigia, sebuah kota tua di Asia kecil. Klemens dari Aleksandria mengatakan bahwa Filipus menderita penganiayaan hebat dan disalibkan dengan kepala di bawah, sebagaimana dialami Petrus di Roma pada masa pemerintahan kaisar Domitianus [81-96].
    Injil Matius, Markus, dan Lukas memasukkan Filipus dalam daftar para Rasul sebagai orang nomor lima setelah Petrus, Andreas, Yakobus, dan Yohanes. Wataknya yang spontan tanpa ragu-ragu terlihat jelas dalam kisah Injil Yohanes. Ia tanpa ragu-ragu mengikuti Yesus tatkala menerima seruan panggilan Yesus. Keyakinannya tentang kedudukan Yesus sebagai Mesias yang dinantikan Israel dinyatakan jelas kepada Nathanael, “Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam Kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret“.
    Pada peristiwa penggandaan roti untuk 5000 orang, Filipus dengan spontan menjawab Yesus, “Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekali pun masing-masing mendapat sepotong kecil saja“. [Yoh 6:7]. Sebuah cerita yang berhubungan dengan kehidupan Filipus sesudah kenaikan Yesus disajikan oleh Eusebius dan penulis Kristen purba lainnya. Mereka mengatakan bahwa Filipus mewartakan Injil di Frigia dan meninggal di Hierapolis, Asia Kecil. Jenazahnya dimakamkan pula di Hierapolis. Kemudian, relikuinya dikirim ke Roma dan sejak tahun 561 disemayamkan di basilik Rasul-rasul.
    Polycrates, Uskup Efesus, dalam sebuah suratnya kepada Paus Victor II (1055-1057), menyebutkan bahwa dua orang anak Filipus hidup di Hierapolis, sedangkan yang lainnya di Efesus. Papias, Uskup Hierapolis mengenal baik anak-anak Filipus. Dari mereka ia mengetahui bahwa Filipus pernah menghidupkan kembali seorang lelaki yang telah meninggal.
    Tentang Yakobus dikatakan bahwa ia termasuk salah seorang Rasul Yesus. Ia disebut Yakobus Muda untuk membedakan dia dari Yakobus Tua yang sudah terlebih dahulu menjadi Rasul. Ia dikenal sebagai anak Alfeus dan saudara sepupu Yesus. Ibunya Maria termasuk bilangan wanita-wanita yang senantiasa melayani Yesus. Maria inilah yang mendampingi Bunda Maria sampai puncak Golgota, bahkan juga pada saat Yesus dimakamkan. Sebelum menjadi murid Yesus, ia bekerja sebagai petani untuk menghidupi keluarganya.
    
    Dalam Kitab Suci, ia baru dikenal setelah Yakobus Tua dibunuh oleh raja Herodes. Ketika para Rasul terpencar untuk mewartakan peristiwa Kebangkitan Tuhan, dan Petrus mengungsi keluar dari Yerusalem, Yakobus ini tetap tinggal di Yerusalem. 
Ia kemudian menjadi Uskup Yerusalem yang pertama. Di Yerusalem orang-orang Yahudi sungguh menghormati dia. Dia diberi julukan oleh orang-orang Yahudi sebagai “Yang Adil“ karena mengetahui segala hukum Yahudi dan dia sendiri tetap patuh pada Hukum Taurat Musa. Meskipun demikian, sebagai Rasul dan Uskup, ia sangat menjunjung tinggi segala hukum Kristiani dan tidak berkeberatan kalau orang-orang Kristen bukan keturunan Yahudi dibebaskan dari tuntutan Hukum Taurat, terutama kewajiban sunat. Hal ini terjadi pada Konsili pertama di Yerusalem, di mana dia juga tampil berbicara dengan penuh wibawa dan kebijaksanaan.
    Santo Paulus menyebut Yakobus sebagai seorang Sokoguru Gereja sejajar dengan Petrus dan Yohanes (Gal 2:9). Dalam masa kepemimpinannya sebagai Uskup di Yerusalem, ia berhasil mempertobatkan banyak orang Yahudi di Palestina. Ketika diadakan Konsili di Yerusalem pada tahun 49, ia berdebat dengan Paulus tentang seberapa jauh orang-orang Kristen keturunan bukan Yahudi harus menghormati beberapa pokok Hukum Taurat. Karena ulah beberapa kawan Yakobus timbullah keonaran di Antiokhia melawan Paulus. Namun, kedua Rasul ini bersahabat karib ketika Paulus tiba di Yerusalem, Yakobuslah yang menasehatkan agar Paulus pergi ke Bait Allah untuk mentahirkan diri dan memberi persembahan. 
    Paulus menuruti nasehat Yakobus. Tetapi ia ditangkap dan diseret ke hadapan pengadilan. Paulus sebagai warga negara Romawi minta diadili langsung oleh kaisar sendiri. Maka, ia dikirim ke Roma. Demikian Paulus, Rasul bangsa-bangsa kafir itu sampai di Roma berkat 'perantaraan' Yakobus. Tetapi sebaliknya Yakobus dicurigai oleh orang-orang Yahudi karena mereka tidak mendapat kesempatan untuk membalas Paulus. Karena itu, beberapa tahun kemudian Yakobus ditangkap, dilemparkan dari menara Bait Allah lalu dirajam hingga mati pada tahun 62.
    Menurut sejarawan Hegesippus, Rasul Yakobus menghayati suatu cara hidup yang amat keras, antara lain: tidak makan daging dan minum anggur. Ia juga tidak memakai alas kaki dan pakaiannya hanya selembar saja. Banyak waktunya digunakan untuk berdoa sambil berlutut sehingga kulit lututnya menjadi sangat tebal dan keras. Surat-suratnya yang lebih menonjolkan perwujudan cinta kasih kepada sesama, terutama yang miskin dan melarat, dimasukkan dalam Kanon Kitab Suci. 

24 Maret 2024

Minggu Palma dan Maknanya Bagi Umat Katolik

    Minggu Palma merupakan salah satu hari perayaan umat Katolik sebagai pembukaan sebelum memasuki pekan suci menyambut perayaan Paskah. Berikut serba-serbi Minggu Palma yang menjadi momen penting bagi umat Katolik untuk mengenangkan kembali peristiwa Yesus Kristus dieluk-elukkan, disambut dengan sukacita, dan diarak ke Yerusalem sebagai seorang raja. 
    Hari Raya Paskah selalu dirayakan oleh umat Katolik setiap tahun. Perayaan tersebut dimulai dengan Rabu Abu dan pada minggu terakhir sebelum perayaan Paskah, umat Katolik akan merayakan Minggu Palma untuk mengenangkan sengsara Yesus setelah disambut dengan meriah di pintu gerbang Yerusalem.

Apa itu Minggu Palma
    Minggu Palma / Palem atau secara resmi disebut Hari Minggu Palma Mengenangkan Sengsara Tuhan adalah hari peringatan dalam liturgi Gereja Kristen, terutama Gereja Katolik Roma. Minggu Palma selalu jatuh pada hari Minggu terakhir tepat sebelum Minggu Paskah.
    Dalam liturgi Minggu Palma, umat umumnya mendapatkan daun palem dengan ruang gereja dipenuhi ornamen palem yang hijau dan meniru orang-orang di zaman dulu yang mengelu-elukan Yesus dengan daun palem dalam penyambutan-Nya di gerbang kota menantikan penderitaan-Nya di hadapan Allah dan umat manusia.
    Selain itu, umat juga akan mendengarkan pembacaan kisah-kisah sengsara Yesus yang diambil dari Injil. Pembacaan kisah sengsara Yesus dalam liturgi Minggu Palma dimaksudkan agar umat mengerti bahwa kemuliaan Yesus bukan hanya terletak pada kejayaan-Nya memasuki Yerusalem, melainkan pada peristiwa kematianNya di kayu salib demi silih atas dosa-dosa yang pernah dilakukan manusia.

Sejarah Minggu Palma
    Perayaan Minggu Palma merujuk pada peristiwa yang dicatat pada empat Injil, yaitu Markus 11:1-11, Matius 21:1-11, Lukas 19:28-44, dan Yohanes 12:12-19. Dalam perayaan Minggu Palma, dikenang peristiwa masuknya Yesus ke kota Yerusalem dan dielu-elukan oleh orang banyak.
    Masuknya Yesus Kristus ke kota suci Yerusalem adalah hal yang istimewa, sebab hal ini terjadi sebelum Yesus disiksa, diolok-olok, dihina, dibunuh, digantungkan di palang penghinaan sebagai seorang penjahat, dan bangkit dari kematian. Itulah alasan kenapa Minggu Palma disebut sebagai pembuka pekan suci, yang berfokus pada pekan terakhir Yesus di kota Yerusalem.
    Pada Minggu Palma Gereja tidak hanya mengenang peristiwa masuknya Yesus ke kota Yerusalem, melainkan juga mengenang kesengsaraan Yesus. Oleh karena itu, Minggu Palma juga disebut sebagai Minggu Sengsara.

Perayaan Minggu Palma
    
    Perayaan Minggu Palma terdiri dari dua suasana yang kontras. Upacara pemberkatan daun palma dilakukan di luar gedung gereja dengan suasana yang meriah, terlebih ketika memasuki gedung Gereja. Umat akan melambai-lambaikan daun palma sambil menyanyikan pujian-pujian dengan lagu yang meriah. 
Kemudian suasana meriah tersebut berganti menjadi suasana menyedihkan ketika memasuki gedung Gereja. Di dalam Liturgi Sabda akan dibacakan kisah penderitaan Yesus.
    Sejak Minggu kelima Prapaskah, patung-patung orang Kudus dan salib-salib diselubungi. Salib-salib tersebut diselubungi sampai akhir liturgi Jumat Agung. Hal ini memiliki simbol bahwa Yesus sungguh menunjukkan kemanusiaannya. Oleh karena itu, perbedaan suasana ini mengingatkan umat Katolik bahwa di dalam kemeriahan sorak-sorai penyambutan Yesus sebagai Raja, ada derita dalam diri Yesus yang harus Ia tanggung sendiri.

Makna Daun Palma di Salib
    Daun palma merupakan simbol dari kehidupan, harapan, dan berkat. Daun palma dalam perayaan Minggu Palma akan diberkati oleh imam, kemudian dapat dibawa pulang oleh umat yang hadir. Biasanya daun palma tersebut akan diletakkan di salib Yesus. Di tahun berikutnya, daun palma yang sudah diberkati dalam Perayaan Minggu Palma akan dikumpulkan dan dibakar sebagai persiapan menerima abu pada hari Rabu Abu.
    Kristus kerap kali menunjukkan hubungan simbol kemenangan atas doa dan kematian. Daun palem memiliki warna hijau, warna dari tumbuh-tumbuhan dan musim semi. Oleh karena itu, daun palma disimbolkan sebagai kemenangan dari musim semi atas musim salju atau kehidupan atas kematian, dan warna hijau merupakan sebuah campuran dari kuning-biru yang melambangkan amal dan registrasi dari pekerjaan jiwa yang baik.

Makna Warna Liturgi Minggu Palma
    Warna Liturgi yang dipakai dalam perayaan Minggu Palma adalah merah. Warna merah merupakan simbol dari api dan darah. Karenanya, warna merah dimaknai sebagai penumpahan darah para martir sebagai saksi iman, sebagaimana Yesus sendiri menumpahkan darah-Nya bagi kehidupan dunia.


22 Maret 2024

Pesta St. Perawan Maria di Bawah Kaki Salib (OSM): Jumat Pekan V Masa Prapaskah

    

    Semua orang pasti pernah jatuh dalam kesulitan dan penderitaan hidup. Namun, cara setiap orang menyelesaikannya berbeda, baik itu tergantung pada sikon maupun keadaan pribadi setiap orang. Ada orang yang dengan mudah menyelesaikan suatu persoalan, ada yang membutuhkan waktu cukup lama untuk keluar dari permasalahan yang dihadapinya, ada yang secara langsung menyelesaikannya dengan emosi yang meluap, dan ada pula yang menyimpan semua persoalan itu di dalam hatinya dan membiarkan waktu yang berbicara dan menyelesaikan persoalan tersebut. Mari kita bersama-sama belajar dari Bunda kita, Bunda Maria, Ibunda Tuhan Yesus.
    Gelar “Bunda Dukacita” diberikan kepada Bunda Maria dengan menitikberatkan pada sengsara dan dukacitanya yang luar biasa selama sengsara dan wafat Kristus. Menurut tradisi, sengsara Bunda Maria ini tidak terbatas hanya pada peristiwa-peristiwa sengsara dan wafat Kristus; melainkan meliputi “tujuh dukacita” Maria, seperti yang dinubuatkan Nabi Simeon yang memaklumkannya kepada Maria, “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan - dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri -, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.” (Lukas 2:34-35). Tujuh Dukacita Bunda Maria meliputi: Nubuat Simeon, Pengungsian Keluarga Kudus ke Mesir; Kanak-kanak Yesus Hilang dan Diketemukan di Bait Allah; Bunda Maria Berjumpa dengan Yesus dalam Perjalanan-Nya ke Kalvari; Bunda Maria berdiri di kaki Salib ketika Yesus Disalibkan; Bunda Maria Memangku Jenazah Yesus setelah Ia Diturunkan dari Salib; dan kemudian Yesus Dimakamkan. 
    Secara keseluruhan, nubuat Simeon mengenai sebilah pedang akan menembus hati Bunda Maria digenapi dalam peristiwa-peristiwa tersebut. Oleh sebab itu, Bunda Maria terkadang dilukiskan dengan hatinya terbuka dengan tujuh pedang menusuk dan menembusinya. Dan yang terpenting ialah bahwa setiap dukacita diterima Bunda Maria dengan gagah berani, dengan penuh kasih, dan dengan penuh kepercayaan, seperti digemakan dalam Fiat-nya, “jadilah padaku menurut perkataan-Mu Tuhan,” yang diucapkannya pertama kali dalam peristiwa Kabar Sukacita.
    Peringatan Santa Perawan Maria Berdukacita mulai populer pada abad keduabelas, meskipun dalam berbagai gelar yang berbeda. Beberapa tulisan didapati berasal dari abad kesebelas, teristimewa di kalangan para biarawan Benediktin. Pada abad XIV dan XV, peringatan dan devosi ini telah tersebar luas di kalangan Gereja. Yang menarik, pada tahun 1482, peringatan ini secara resmi dimasukkan dalam Misale Romawi dengan gelar “Santa Perawan Maria Bunda Berbelas Kasihan,” (Our Lady of Compassion) dengan menekankan besarnya cinta kasih Bunda Maria yang diperlihatkannya dalam sengsara bersama Putranya. Kata `compassion' berasal dari kata Latin `cum' dan `patior' yang artinya “menderita bersama”. Dukacita Bunda Maria melampaui dukacita siapa pun oleh sebab ia adalah Bunda Yesus, yang bukan hanya Putranya, melainkan juga Tuhan dan Juruselamatnya; Bunda Maria sungguh menderita bersama Putranya. 
    Pada tahun 1727, Paus Benediktus XIII memasukkan Peringatan Santa Perawan Maria Bunda Berbelas Kasihan dalam Penanggalan Romawi, yang jatuh pada hari Jumat sebelum Hari Minggu Palma. Peringatan ini kemudian ditiadakan dengan revisi penanggalan yang diterbitkan dalam Misale Romawi tahun 1969. Pada tahun 1668, peringatan guna menghormati Tujuh Dukacita Maria ditetapkan pada hari Minggu setelah tanggal 14 September, yaitu Pesta Salib Suci. Peringatan ini kemudian disisipkan dalam penanggalan Romawi pada tahun 1814, dan Paus Pius X menetapkan tanggal yang permanen, yaitu tanggal 15 September sebagai Peringatan Tujuh Duka Santa Perawan Maria (yang sekarang disederhanakan menjadi Peringatan Santa Perawan Maria Berdukacita). Penekanan utamanya di sini adalah Bunda Maria yang berdiri dengan setia di kaki salib di mana Putranya meregang nyawa; seperti dicatat dalam Injil St. Yohanes, “Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: `Ibu, inilah, anakmu!' Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: `Inilah ibumu!'” (Yohanes 19:26-27). Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Dogmatis Tentang Gereja menulis, “…ia sesuai dengan rencana Allah berdiri di dekatnya. Di situlah ia menanggung penderitaan yang dahsyat bersama dengan Putranya yang tunggal. Dengan hati keibuannya ia menggabungkan diri dengan korban-Nya, yang penuh kasih menyetujui persembahan korban yang dilahirkannya.” (#58).

    St. Bernardus (+1153) menulis, “Sungguh, ya Bunda Maria, sebilah pedang telah menembus hatimu….Ia wafat secara jasmani oleh karena kasih yang jauh lebih besar daripada yang dapat dipahami manusia. Bunda-Nya wafat secara rohani oleh karena kasih seperti yang tak dapat dibandingkan selain dengan kasih-Nya.” (De duodecim praerogatativs BVM).
    Dengan menekankan belas kasihan Bunda Maria, Bapa Suci kita, Paus Yohanes Paulus II, mengingatkan umat beriman, “Bunda Maria yang Tersuci senantiasa menjadi penghibur yang penuh kasih bagi mereka yang mengalami berbagai penderitaan, baik fisik maupun moral, yang menyengsarakan serta menyiksa umat manusia. Ia memahami segala sengsara dan derita kita, sebab ia sendiri juga menderita, dari Betlehem hingga Kalvari. 'Dan jiwa mereka pula akan ditembusi sebilah pedang.' Bunda Maria adalah Bunda Rohani kita, dan seorang ibunda senantiasa memahami anak-anaknya serta menghibur dalam penderitaan mereka. Dengan demikian, Bunda Maria mengemban suatu misi istimewa untuk mencintai kita, misi yang diterimanya dari Yesus yang tergantung di Salib, untuk mencintai kita selalu dan senantiasa, dan untuk menyelamatkan kita! Lebih dari segalanya, Bunda Maria menghibur kita dengan menunjuk pada Dia Yang Tersalib dan Firdaus!” (1980).
   Oleh sebab itu, sementara kita menghormati Bunda Maria, Bunda Dukacita, kita juga menghormatinya sebagai murid yang setia dan teladan kaum beriman. Marilah kita berdoa seperti yang didaraskan dalam doa pembukaan Misa merayakan peringatan ini: “Bapa, sementara PutraMu ditinggikan di atas salib, Bunda-Nya Maria berdiri di bawah kaki salib-Nya, menanggung sengsara bersama-Nya. Semoga Gereja-Mu dipersatukan dengan Kristus dalam Sengsara dan Wafat-Nya, sehingga beroleh bagian dalam kebangkitan-Nya menuju hidup baru.”Dengan meneladani Bunda Maria, semoga kita pun dapat mempersatukan segala penderitaan kita dengan sengsara Kristus, serta menghadapinya dengan gagah berani, penuh kasih dan kepercayaan.  

19 Maret 2024

Siapakah St. Yusuf, Suami St. Perawan Maria itu?

    Bagaimanakah mungkin seorang yang memiliki peran penting dalam Gereja Katolik tidak begitu familiar dalam Kitab Suci? Pertanyaan seperti ini bukan tidak layak untuk dipertanyakan, malah ini bisa menjadi pertanyaan penting dalam perjalanan panggilan hidup sebagai seorang Kristiani sejati. Lalu, bagaimanakah kita dapat menggambarkan pribadi St. Yusuf yang lazim dikenal sebagai seorang tukang kayu, ayah Yesus, dan suami St. Maria?

Yusuf, seorang tukang kayu
    Santo Yusuf adalah seorang yang setia, baik, dan murah hati. Namun demikian, Ia sempat ragu untuk mempersunting Maria sebagai istri. Ketika dia dan Maria akan menikah, dia mengetahui bahwa Maria akan memiliki bayi dan dia tak tau apa yang harus dilakukannya saat itu. Hingga pada suatu malam, seorang malaikat datang kepada Yusuf dan memberitahu bahwa bayi yang dikandung Maria adalah Putra Allah dan memberitahu agar siap sedia menikahi Maria. Malaikat itu juga meminta Yusuf menamai bayi itu “Yesus” yang akan menjadi Juruselamat bagi dunia. Hal tersebut membuat keraguan Yusuf hilang. Tidak hanya sekali, malaikat pun datang untuk kedua kalinya meminta Yusuf untuk membawa Maria dan Yesus ke Mesir, menghindari Raja Herodes yang ingin membunuh seluruh anak-anak di Betlehem yang berumur di bawah dua tahun. Kemudian, malaikat pun datang untuk ketiga kalinya agar Yusuf, Maria, dan Yesus kembali. Dengan setia Yusuf mematuhi kembali apa yang dikatakan malaikat kepadanya. Yusuf membawa Maria dan Yesus ke Nazaret di Galilea dan tidak kembali ke Betlehem.
    Sepanjang hidupnya Santo Yusuf menjalankan tugas dan kewajibannya dengan berani dan setia, baik dalam mematuhi perkataan malaikat kepadanya maupun dalam menjalankan perintah-perintah Tuhan yang diberikan kepadanya seperti membawa keluarganya ke Mesir agar tetap aman dari Raja Herodes lalu kembali ke Nazaret, membawa Yesus ke Bait Allah untuk disunat dan dipersembahkan kepada Allah dan melakukan perjalanan ke Yerusalem untuk merayakan hari raya Paskah. Santo Yusuf menerima tanggung jawab panggilannya dengan menjadi seorang suami dan ayah yang setia, Ia memberikan yang terbaik yang dapat dilakukan untuk keluarganya saat itu.                                                   Pada abad VII dan IX, pada 19 Maret ditentukan sebagai Hari Raya Santo Yusuf. Pada 1955, Sri Paus Pius XII (1939- 1958) memaklumkan pesta Santo Yusuf pekerja yang dirayakan pada 1 Mei. Pesta ini menekankan martabat pekerjaan dan keteladanan Santo Yusuf sebagai pekerja dan untuk menyetakan kembali keikutsertaan Gereja dalam karya penyelamatan Allah.
Yusuf, ayah Yesus
    Yusuf (juga Yusuf yang bertunanganYusuf dari Nazaret, dan Yusuf Pekerja), menurut tradisi Kristen, adalah suami Maria dan ayah angkat Yesus dari NazaretIman Kristen berpendapat bahwa Yusuf tidak melahirkan Yesus secara fisik, tetapi Maria mengandungnya melalui sarana ilahi.                                          Menurut Injil Matius, Yusuf menderita karena kehamilan Maria yang tampaknya tidak sah tetapi melindungi dia dan Yesus yang belum lahir dengan menerima dia sebagai istrinya setelah seorang malaikat menampakkan diri kepadanya dalam mimpi dan mengarahkannya untuk melakukan hal tersebut. Menerima hadiah kaya dari orang majus timur yang misterius di Betlehem setelah kelahiran Yesus, ia kemudian melarikan diri ke Mesir untuk menghindari murka Herodes Agung, kembali ke tanah Israel setelah kematian Herodes dan menetap di NazarethDalam catatan Lukas, Yusuf melakukan perjalanan ke Betlehem untuk melakukan sensus dan kembali ke Nazaret tanpa pergi ke Mesir, setelah memperkenalkan Yesus di depan umum di Bait Suci Yerusalem.
    Tidak banyak yang diketahui tentang Yusuf kecuali bahwa ia dilaporkan merupakan keturunan Raja Daud dan bekerja sebagai tukang kayu. Kematian Yusuf tidak dicatat dalam Alkitab. Dia dilaporkan oleh Lukas masih hidup ketika Yesus berusia sekitar 12 tahun (Lukas 2:41-42), dan kurangnya penyebutan dia dalam catatan Alkitab tentang pelayanan Yesus di masa dewasa dianggap menyiratkan bahwa dia sudah meninggal pada saat itu. Ada kontroversi mengenai apakah dia dan Maria pernah bertunangan atau memiliki anak bersama. Fakta penting tentang Yusuf adalah bahwa tidak ada satu kata pun yang diucapkannya dalam Empat Injil mana pun.

Yusuf, suami St. Maria 
Suami Maria, ibu dari Yesus. Yusuf adalah keturunan Daud (Mat. 1:1–16; Luk. 3:23–38) dan tinggal di Nazaret. Dia telah bertunangan dengan Maria. Tepat sebelum pernikahan mereka, Maria menerima kunjungan dari malaikat Gabriel, yang mengumumkan bahwa Maria telah dipilih untuk menjadi ibu dari Juruselamat (Luk. 1:26–35). Yusuf juga menerima wahyu tentang kelahiran ilahi ini (Mat. 1:20–25).
Maria adalah satu-satunya orangtua duniawi Yesus karena Allah Bapa adalah ayah dari Yesus. Tetapi orang-orang Yahudi menganggap Yusuf sebagai ayah dari Yesus, dan Yesus memperlakukannya demikian (Luk. 2:48, 51). Diperingatkan melalui mimpi surgawi, Yusuf melindungi nyawa bayi Yesus dengan melarikan diri ke Mesir (Mat. 2:13–14). Setelah Herodes mati, seorang malaikat memberi petunjuk kepada Yusuf untuk membawa Kristus kecil kembali ke Israel (Mat. 2:19–23).

Teladan St. Yusuf bagi Umat Katolik
1. Kesederhanaan
    Santo Yusuf yang hidup sederhana dapat menjadi teladan bagi kita umat Katolik. Santo Yusuf dan Bunda Maria mempersembahkan Yesus di Bait Allah, mereka mempersembahkan dua ekor anak burung merpati sebagai korban yang merupakan suatu pengecualian yang diperuntukkan bagi keluarga-keluarga yang tidak mampu mempersembahkan kurban anak domba seperti yang diwajibkan.
2. Pekerja Keras
    Ia juga seorang pekerja keras, Yesus dan Maria hidup dari nafkah Yusuf yang berprofesi sebagai tukang kayu. Ia menjalani dengan penuh rasa syukur karena Ia tahu bahwa yang dihidupi bukanlah keluarga biasa melainkan terdapat Anak Tuhan yang dititipkan untuk menebus dosa manusia. Untuk itulah kita menyebut keluarga Yusuf, Maria, dan Yesus adalah keluarga kudus. 
3. Pelindung dan Pemelihara
    Santo Yusuf sangat melindungi dan memelihara Keluarga Kudus. Ia merupakan sosok yang pekerja keras dan berusaha menyediakan segala kebutuhan yang diperlukan oleh keluarganya. Ia mendapat makanan dari hasil kerja kerasnya dan tidak memikirkan kebutuhan dirinya sendiri, melainkan mengusahakan diri untuk mampu memenuhi kebutuhan yang terbaik bagi keluarganya.

Renungan:
    Para saudara yang terkasih, ada dua tipe orang ketika menghadapi masalah. Pertama, lari dari masalah itu dan hidup dengan damai selama hidupnya tanpa mau mengenal masalah. Kedua, menghadapi masalah dan mau bertanggung jawab atas masalah tersebut, meski pun masalah itu tidak disebabkan oleh perbuatannya. Dia mau menghadapi masalah tersebut dengan tegak dan tegap. Kedua tipe pribadi orang tersebut pernah ada dalam diri Yusuf. Dia pernah berpikir untuk lari dari masalah yang berkaitan dengan hidupnya dan tidak mau mengambil akibat dari sebab yang tidak pernah dilakukannya. Dia mengambil Maria sebagai isterinya, karena petunjuk Allah melalui tunas muda yang keluar dari tongkatnya sebagai lambang pribadi yang pantas untuk bersanding dengan bunda Maria. Akan tetapi, persoalan mengambil Maria sebagai isteri dan Anak yang ada di dalam kandungannya adalah dua persoalan yang berbeda. Yusuf mengambil Maria sebagai isteri dengan tujuan memperoleh keturunan daripadanya yang akan mewarisi karyanya sebagai seorang tukang. Dia tidak pernah pernah berpikir bahwa seorang gadis yang akan dipersuntingnya sudah mengandung.
    Bagi Yusuf yang adalah seorang manusia biasa, tentu saja berpikir: “ ah, untuk apalagi melanjutkan pertunangan ini, kalau dia sudah dinodai orang lain. Untuk apa saya mengambilnya, kalau pada akhirnya, anak oranglah yang akan saya pelihara.” Bahkan mungkin, hal yang paling ekstrim pernah dia pikirkan juga. Untung saja, Malaikat Tuhan datang tepat pada waktunya, sehingga dia yang masih dalam kebimbangan makin merasa bingung, kok bisa ada orang yang mengandung seorang Bayi yang berasal dari Roh Kudus. Yusuf mungkin sempat tidak percaya karena usianya yang sudah cukup tua bisa saja mempengaruhi pikirannya pada saat itu. Dia bisa saja tetap pada pendiriannya untuk menceraikan Maria agar ia tidak memiliki hutang kepada orang lain atas nama Anak yang dikandung tersebut. 
    Pemikiran Yusuf tidak dapat dipungkiri sama dengan pemikiran banyak orang, bahwa dia harus meninggalkan Maria yang sudah mengandung tersebut. Sebab, jika di kemudian hari kabar tersebut tersebar ke seluruh daerah, dia akan dianggap sebagai sampah yang menikahi seorang gadis pendosa. Tentu saja, sebagai orang yang terpandang di kalangan mereka, pemikiran demikian pernah terbersit dalam pergulatannya. Namun, apalah daya, kuasa Tuhan lebih besar atas diri lemah Yusuf. Dia dapat membalikkan segala perkara susah menjadi mudah, kedegilan hati menjadi lembut, penolakan diubah menjadi penerimaan, ketidakmungkinan menjadi mungkin. Siapa yang dapat memilih dan memilah orang yang dipilih Allah untuk satu karya besar bagi umat manusia? Allah yang memilih, tentu Allah melihat isi hati mereka yang dipilih-Nya. Seperti Daud dipilih-Nya untuk menggantikan Saul menjadi Raja atas Israel.
    Hal yang sama berlaku juga untuk kita semua. Allah tidak menghendaki kita meneruskan tugas dan pekerjaan yang dilakukan orang tua kita di rumah, sebab Dia melihat potensi untuk mengembangkan Kerajaan Allah ada dan tertanam dalam diri kita semua, yang mungkin sampai saat ini belum kita rasakan, karena tidak ada getaran yang membangkitkan semangat kita untuk menemukan frekuensi yang sama dengan getaran tersebut. Allah memilih Daud dari gembala domba untuk menggembalakan umat-Nya Israel, Allah memilih Yusuf untuk menjadi ayah bagi Yesus, dan Allah memilih kita dari niat yang salah untuk mengembangkan warisan karya dan pekerjaan orang tua, menjadi orang yang pantas menerima warisan gembala yang mewartakan Sabda Allah di tengah dunia. Beranikah kita mengubah apa yang dapat kita ubah dan menerima warisan mulia untuk mewartakan Sabda Allah kepada sesama? Dan beranikah menjadi pribadi Yusuf, yang hanya tahu menerima dan tidak pernah membantah?

Semoga ‼! 

    


16 Maret 2024

Mengapa Salib Diselubungi Pada Minggu Prapaskah V?

    Saudara-saudaraku yang terkasih, pernakah kita berpikir, mengapa pada permulaan Minggu Prapaskah V (Ibadat Sore I), semua patung atau pun gambar yang ada di dalam Gereja atau Kapela semuanya disebulungi dengan kain berwarna ungu? Mengapa kita tidak dapat lagi melihat indahnya patung dan gambar yang ditempelkan di dinding-dinding Gereja? Kalau kita melihat semuanya itu dan merasa kaget ketika masuk ke dalam Gereja atau Kapel dan merasa heran akan semuanya itu, maka marilah kita simak alasannya. 

Masa Sengsara Yesus
    Masa Sengsara Yesus dimulai pada Minggu V Masa Prapaska, yang dikenal sebagai Minggu Sengsara, dan dari hari itu sampai Paska, Gereja masuk lebih dalam lagi ke dalam Kisah Sengsara Tuhan Yesus dan membawa sengsara-Nya lebih dan lebih dalam lagi ke hadapan umat-Nya. Liturgi mengesampingkan semua lambang suka cita dan menampilkan dalam kata dan perbuatan, kesedihan dan penitensi yang harus mengisi setiap jiwa orang Kristen pada saat merenungkan peristiwa- peristiwa akhir dalam kehidupan Penyelamat kita di dunia ini.
   Meskipun kelihatannya hal ini berlawanan dengan suasana sengsara, praktik penyelubungan patung dan gambar-gambar suci pada minggu terakhir Prapaskah, Gereja Katolik justru merekomendasikan praktik ini untuk meningkatkan indra kita dan membangun kerinduan dalam diri kita akan Minggu Paskah. Penyelubungan ini juga ada kaitannya dengan bacaan Minggu Prapaskah V atau Minggu Sengsara Tuhan pada penanggalan liturgi lama yang diambil dari Injil Yohanes 8:46-59, yang mana perdebatan antara Yesus dan pihak otoritas agama Yahudi yang berakhir dengan ketegangan, kita bisa melihatnya bahwa pihak otoritas Yahudi itu mengambil batu untuk melempari Dia. Dan kuncinya adalah pada ayat terakhir bacaan Injil ini yaitu Yesus menghilang dan meninggalkan Bait Allah
    Sebelum Vespers pada hari Sabtu sebelum Minggu Sengsara, crucifix (salib Yesus), patung-patung dan gambar-gambar di altar dan di sekitar gereja ditutup dengan kain ungu polos, kecuali gambar-gambar Jalan Salib. Salib Tuhan Yesus ditutupi kain ungu sampai hari Jumat Agung, sedangkan patung- patung dan gambar- gambar lainnya tetap ditutup sampai pada saat Gloria pada Sabtu Suci. Patung-patung dan gambar-gambar para malaikat dan santa-santo ditutup, untuk menunjukkan bahwa Gereja membungkus dirinya sendiri dan berkabung saat Tuhannya sedang mempersiapkan diri untuk mengalami kesengsaraan dan kematian untuk menebus dunia. Dengan semua tanda-tanda lahiriah dan upacara Masa Sengsara, umat beriman diingatkan bagaimana Tuhan dalam keilahian-Nya di sepanjang masa sengsara-Nya, dan dengan penglihatan dan pendengaran, para pendosa diingatkan agar bertobat dan menarik diri semakin jauh dari kesenangan- kesenangan duniawi, dengan mendevosikan diri semakin dalam kepada doa-doa Masa Prapaska dan merenungkan kisah sengsara Kristus yang telah wafat demi kasih-Nya kepada mereka.

Dasar Dokumen Gereja
  Penyelubungan ini diatur dalam dokumen gereja yang berjudul “Perayaan Paskah dan Persiapannya” (Litterae Circulares De Festis Paschalibus Praeparandis et Celebrandis / Circular Letter Concerning the Preparation and Celebration of the Easter Feasts) yang dikeluarkan oleh Kongregasi Ibadat Ilahi (Congregatio de Cultu Divino) pada tanggal 16 Januari 1988, kita lihat artikel 26: "Kebiasaan memberi selubung pada salib-salib dan gambar-gambar dalam gereja dapat dipertahankan bila diperintahkan demikian oleh Konferensi Waligereja. Salib-salib tetap terselubung sampai akhir liturgi Jumat Agung, tetapi gambar-gambar sampai awal perayaan Malam Paskah."

Makna Penyelubungan 
   Dalam buku “Celebrations of the Liturgical Year” oleh Monsignor Peter Elliott pada tahun 2002 dikatakan bahwa “kebiasaan menyelubungi salib-salib dan gambar-gambar … memberikan banyak penerimaan dalam hal psikologis religius, karena kebiasaan itu membantu kita untuk memusatkan pikiran pada hal penting yang utama yaitu karya penebusan Kristus.”
   Menurut Romo Mark J. Gantley, JCL. menuliskan bahwa tujuan penyelubungan salib untuk menekankan pengungkapan salib itu pada Jumat Agung. Tujuan penyelubungan patung-patung suci adalah untuk menghilangkan sementara pusat perhatian kita pada pribadi yang dimaksud dalam patung itu dan memusatkan perhatian kita kepada pusat misteri iman kita yaitu wafat dan kebangkitan Kristus.

Apakah Patung dan Gambar di Rumah Perlu Diselubungi?
    Menurut dokumen gereja tersebut yang diatur tentang penyelubungan patung dan gambar suci adalah yang dilakukan di gereja. Namun tidak ada larangan dan keharusan untuk melakukan kebiasaan ini. Maka sederhananya, boleh dilakukan namun tidak harus. Perlu diketahui makna mengenai kebiasaan ini jangan sampai menjadi suatu ritual belaka. Namun jika kebiasaan ini membantu pertumbuhan iman, maka silakan dilakukan. Ada pendapat mengenai hal ini, diantaranya membantu keluarga terutama anak-anak untuk berpartisipasi dalam masa liturgis gereja, dan juga pendapat bahwa membuat masa Sengsara menjadi lebih bermakna bagi anak-anak dengan melakukan persiapan menyambut hari raya Paskah lebih dari sekadar mendekorasi rumah dengan hiasan Paskah sekuler.




09 Maret 2024

Dies Natalis OSM XIX Indonesia, Provinsi Mexico (9 Maret 2024)

    
"Bersama Kita Membangun"

    Dalam perayaan Dies Natalis OSM ke XIX yang hadir di Indonesia, Provinsi Mexico, tema "Bersama Kita Membangun" menjadi panggilan yang menggugah hati dan menyatukan semangat Frailes Ordo Servorum Mariae (OSM). Perayaan ini tidak hanya menjadi momen untuk merayakan sejarah panjang dan pencapaian Ordo di tengah dunia, tetapi juga menjadi panggilan untuk melihat ke depan dan mempersiapkan masa depan yang lebih gemilang.

    Tema "Bersama Kita Membangun" mengajak setiap Frailes OSM untuk bersatu padu dalam semangat persaudaraan dan kerjasama yang kokoh. Dalam persatuan, kita mampu mengatasi setiap rintangan dan tantangan yang menghadang, serta membangun masa depan yang lebih baik bagi Ordo dan masyarakat yang dilayani.

    Peringatan Dies Natalis menjadi saat yang tepat untuk merefleksikan arti sejati dari panggilan religiusitas dan pelayanan. Kita diingatkan bahwa pelayanan bukanlah tugas yang dilakukan secara individu, tetapi merupakan panggilan bersama untuk membangun Kerajaan Allah di tengah dunia. Dengan bahu-membahu, kita mampu memberikan dampak yang lebih besar dan positif bagi masyarakat di sekitar kita.

    Selain itu, tema ini juga mengajak kita untuk memperkuat fondasi iman dan spiritualitas kita sebagai anggota OSM. Dalam proses membangun, kita perlu didorong oleh iman yang teguh dan ketaatan yang mendalam kepada ajaran Gereja. Hal ini akan menjadi landasan yang kokoh dalam setiap langkah kita dalam pelayanan dan pengabdian.

    Dengan semangat "Bersama Kita Membangun", mari kita terus berjuang untuk melanjutkan legacy Ordo Servorum Mariae (OSM) ke XIX di Indonesia, Provinsi Mexico. Bersama-sama, kita mampu menciptakan masa depan yang cerah dan memberkati bagi Ordo, Gereja, dan masyarakat yang kita layani. Semoga setiap langkah kita selalu dipenuhi oleh kasih, keberkatan, dan kemuliaan Allah.

Ordo Hamba-hamba Maria (OSM)

Sang Pelindung Penyakit Kanker dari OSM

    Pada hari ini dalam Ordo Hamba-hamba Maria (OSM) dirayakan pesta dari salah seorang figur besar yang juga merupakan satu dari antara San...

Para Hamba Maria