Saudara-saudaraku yang terkasih, pernakah kita berpikir, mengapa pada permulaan Minggu Prapaskah V (Ibadat Sore I), semua patung atau pun gambar yang ada di dalam Gereja atau Kapela semuanya disebulungi dengan kain berwarna ungu? Mengapa kita tidak dapat lagi melihat indahnya patung dan gambar yang ditempelkan di dinding-dinding Gereja? Kalau kita melihat semuanya itu dan merasa kaget ketika masuk ke dalam Gereja atau Kapel dan merasa heran akan semuanya itu, maka marilah kita simak alasannya.
Masa Sengsara Yesus
Masa Sengsara Yesus dimulai pada Minggu V Masa Prapaska, yang dikenal sebagai Minggu Sengsara, dan dari hari itu sampai Paska, Gereja masuk lebih dalam lagi ke dalam Kisah Sengsara Tuhan Yesus dan membawa sengsara-Nya lebih dan lebih dalam lagi ke hadapan umat-Nya. Liturgi mengesampingkan semua lambang suka cita dan menampilkan dalam kata dan perbuatan, kesedihan dan penitensi yang harus mengisi setiap jiwa orang Kristen pada saat merenungkan peristiwa- peristiwa akhir dalam kehidupan Penyelamat kita di dunia ini.
Meskipun kelihatannya hal ini berlawanan dengan suasana sengsara, praktik penyelubungan patung dan gambar-gambar suci pada minggu terakhir Prapaskah, Gereja Katolik justru merekomendasikan praktik ini untuk meningkatkan indra kita dan membangun kerinduan dalam diri kita akan Minggu Paskah. Penyelubungan ini juga ada kaitannya dengan bacaan Minggu Prapaskah V atau Minggu Sengsara Tuhan pada penanggalan liturgi lama yang diambil dari Injil Yohanes 8:46-59, yang mana perdebatan antara Yesus dan pihak otoritas agama Yahudi yang berakhir dengan ketegangan, kita bisa melihatnya bahwa pihak otoritas Yahudi itu mengambil batu untuk melempari Dia. Dan kuncinya adalah pada ayat terakhir bacaan Injil ini yaitu Yesus menghilang dan meninggalkan Bait Allah.
Sebelum Vespers pada hari Sabtu sebelum Minggu Sengsara, crucifix (salib Yesus), patung-patung dan gambar-gambar di altar dan di sekitar gereja ditutup dengan kain ungu polos, kecuali gambar-gambar Jalan Salib. Salib Tuhan Yesus ditutupi kain ungu sampai hari Jumat Agung, sedangkan patung- patung dan gambar- gambar lainnya tetap ditutup sampai pada saat Gloria pada Sabtu Suci. Patung-patung dan gambar-gambar para malaikat dan santa-santo ditutup, untuk menunjukkan bahwa Gereja membungkus dirinya sendiri dan berkabung saat Tuhannya sedang mempersiapkan diri untuk mengalami kesengsaraan dan kematian untuk menebus dunia. Dengan semua tanda-tanda lahiriah dan upacara Masa Sengsara, umat beriman diingatkan bagaimana Tuhan dalam keilahian-Nya di sepanjang masa sengsara-Nya, dan dengan penglihatan dan pendengaran, para pendosa diingatkan agar bertobat dan menarik diri semakin jauh dari kesenangan- kesenangan duniawi, dengan mendevosikan diri semakin dalam kepada doa-doa Masa Prapaska dan merenungkan kisah sengsara Kristus yang telah wafat demi kasih-Nya kepada mereka.
Dasar Dokumen Gereja
Penyelubungan ini diatur dalam dokumen gereja yang berjudul “Perayaan Paskah dan Persiapannya” (Litterae Circulares De Festis Paschalibus Praeparandis et Celebrandis / Circular Letter Concerning the Preparation and Celebration of the Easter Feasts) yang dikeluarkan oleh Kongregasi Ibadat Ilahi (Congregatio de Cultu Divino) pada tanggal 16 Januari 1988, kita lihat artikel 26: "Kebiasaan memberi selubung pada salib-salib dan gambar-gambar dalam gereja dapat dipertahankan bila diperintahkan demikian oleh Konferensi Waligereja. Salib-salib tetap terselubung sampai akhir liturgi Jumat Agung, tetapi gambar-gambar sampai awal perayaan Malam Paskah."
Makna Penyelubungan

Dalam buku “Celebrations of the Liturgical Year” oleh Monsignor Peter Elliott pada tahun 2002 dikatakan bahwa “kebiasaan menyelubungi salib-salib dan gambar-gambar … memberikan banyak penerimaan dalam hal psikologis religius, karena kebiasaan itu membantu kita untuk memusatkan pikiran pada hal penting yang utama yaitu karya penebusan Kristus.”
Menurut Romo Mark J. Gantley, JCL. menuliskan bahwa tujuan penyelubungan salib untuk menekankan pengungkapan salib itu pada Jumat Agung. Tujuan penyelubungan patung-patung suci adalah untuk menghilangkan sementara pusat perhatian kita pada pribadi yang dimaksud dalam patung itu dan memusatkan perhatian kita kepada pusat misteri iman kita yaitu wafat dan kebangkitan Kristus.
Apakah Patung dan Gambar di Rumah Perlu Diselubungi?
Menurut dokumen gereja tersebut yang diatur tentang penyelubungan patung dan gambar suci adalah yang dilakukan di gereja. Namun tidak ada larangan dan keharusan untuk melakukan kebiasaan ini. Maka sederhananya, boleh dilakukan namun tidak harus. Perlu diketahui makna mengenai kebiasaan ini jangan sampai menjadi suatu ritual belaka. Namun jika kebiasaan ini membantu pertumbuhan iman, maka silakan dilakukan. Ada pendapat mengenai hal ini, diantaranya membantu keluarga terutama anak-anak untuk berpartisipasi dalam masa liturgis gereja, dan juga pendapat bahwa membuat masa Sengsara menjadi lebih bermakna bagi anak-anak dengan melakukan persiapan menyambut hari raya Paskah lebih dari sekadar mendekorasi rumah dengan hiasan Paskah sekuler.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar